Rabu, 30 Desember 2015

Terus, dan Teruslah Menulis

Sejak kapan suka menulis?

Apa yang menarik dari menulis?

Kenapa saya harus menulis?

Saya mulai menulis sejak belum mengenal bangku sekolah. Masih pekat dalam ingatan, saya kerap meniru gaya tulisan Kakek dan Ayah saya. Karena gaya tulisan mereka unik, seperti kode yang hanya bisa dibaca oleh orang-orang tertentu. Maklum Ayah saya memang bekerja dibidang medis yang sering menuliskan resep untuk menebus obat. Sementara Kakek saya sangat mahir menulis dengan huruf stenografi.Saya mulai mencoret-coret kertas kosong dengan imajinasi kala itu "tulisan ku sama kan dengan Kakek dan Ayah".

"Menulis itu bisa menuangkan imajinasi, mengisi waktu, mencurahkan isi hati", Silvita Agmasari.


Saya masih tetap menulis walaupun saya tahu tulisannya tak terlalu menarik untuk dibaca khalayak luas. Tetapi saya tak pernah pupus harapan untuk terus menulis. Tak ada alasan kuat untuk berhenti menulis, karena menulis adalah bagian dari hidup saya.


"Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian", Pramoedya Ananta Toer.

"Nulis itu raison d'etre. You wouldn't feel like being live without writing, wether it's a diary, short story, two line poems or reportage", Yoga Hastyadi Widiartanto.

"Nulis biar tetep eksis", Wahyu Adityo Prodjo.

Setidaknya saya memiliki "sedikit karya" untuk keturunan saya nanti. Ada bukti secara real dan bukan hanya sekedar cerita belaka. Bisa bernostalgia ketika ingin mengingat kenangan terdahulu dengan membuka tulisan-tulisan lama. Minimal tulisan itu berguna untuk diri saya sendiri.

Terima Kasih,

Salam Hangat,
Eka, Negeri Berdebu.

Senin, 28 Desember 2015

Pecandu Buku Mejelajahi Ruang dan Waktu


Bandung, lagi-lagi menjadi tempat "merdeka" bagi ide-ide anak muda yang berpikir "gila" dan penuh dobrakan. Siapa yang masih meragukan kota dengan sejuta kreativitas ini? Bahkan Unesco sudah menetapkan Bandung sebagai salah satu kota kreatif di dunia.

Menelisik tentang kreativitas apa saja yang terlahir dari kota ini, Pecandu Buku adalah salah satunya. Sebagai komunitas yang terdiri dari muda-mudi yang memiliki minat membaca buku dan ingin menularkannya pada kalangan luas.

Berawal dari jumlah pengikut di instagram hanya berjumlah puluhan, kini dalam kurun waktu kurang dari satu tahun Pecandu Buku berhasil menghimpun hampir 10.000 pengikut. Suatu prestasi yang pantas diacungi jempol. Bagaimana tidak, jumlah pengikut dapat dikatakan sebagai barometer eksistensi suatu komunitas.






Jika para pecandu ingin mengunjungi markas Pecandu Buku, markas (taman baca) terletak di Jalan Pasirjaya IV No. 1 Buah Batu, Bandung. Tempat yang masih sederhana, namun keberadaanya dapat menjadi elemen penting untuk generasi pelurus. Memiliki koleksi mulai dari fiksi dan nonfiksi, serta buku-buku karya dari penulis-penulis yang cukup familiar.

Buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya. Buku adalah jendela dunia. Begitulah kiranya bunyi pepatah. Dengan membaca buku, kita bisa menelisik lebih dalam bagaimana dunia ini dengan realita dan drama kehidupannya. Menjelajahi ruang dan waktu yang disokong dengan imajinasi tanpa batas.

Koleksi buku yang ada di markas (taman baca) Pecandu Buku mungkin belum terlalu banyak. Namun tak menutup kemungkinan jika khalayak luas ingin memberikan sumbangsihnya berupa buku-buku yang bermanfaat, Pecandu Buku membuka tangan dan menerima dengan hangat.





Dalam waktu dekat, komunitas ini akan mengadakan peluncuran resmi taman baca dengan tema Pecandu Buku Bersila. Acara ini tidak dipungut biaya, namun ketersediaan kuota memamg dibatasai. Jika berminat, teman-teman bisa menghubungi salah satu kontak penanggungjawab yang tertera pada poster.

Semoga kehadiran Komunitas Pecandu Buku dapat menjadi influence dan lifestyle untuk banyak kalangan.



Terima Kasih,

Salam hangat dari Negeri Berdebu,
Eka \m/

Kamis, 03 Desember 2015

Pulau Para Dewa (Part II)

Adalah hari kedua singgah di Pulau Para Dewa ini. Pukul 02.00 WITA kami sudah bergegas bangun san bersiap menuju destinasi selanjutnya. Berat gravitasi tempat tidur dan lengket rasanya kelopak mata ini.

A: Neng, bangun atuh ih kamu mah meuni susah dibangunin
E: Lima menit please... ngantuk banget gak kuat.
A: Yeeee... lawan atuh.. ayo ah!!

Dengan langkah yang terseok menuju kamar mandi. Berusaha sekuat tenaga mengalahkan rasa kantuk yang terlalu. Tak lama selesai semua persiapan, tepat pukul 03.10 kami berangkat.

Udara dingin menusuk raga ini tanpa ampun, dan lampu jalanan yang berkelap kelip mengiringi perjalan (yang sangat) pagi ini. Menempuh perjalanan dua jam dari Umalas menuju Utara Bali. Ya! Desa adat Kintamani. Daerah dataran tinggi di Pulau Bali yang akan kami jadikan tujuan selanjutnya.

Berbekal aplikasi navigasi kami mengandalkan segalanya. Tak sulit mencari jalan disini, kalau masih ada garis putih di sisi jalan berarti kita masih berada pada jalur yang benar. Tetapi, hilangnya garis putih pada sisi jalan menjadi pertanda kalau kita sudah memasuki kawasan pedesaan yang mengindikasikan kita sudah keluar dari jalur sesungguhnya.

E: A, masih jauh deh kayanya. Istirahat sebentar boleh? Aku kedinginan banget.
A: Iya kita cari pom bensin ya sekalian saya mau buang air kecil.
E: Aku salah bawa jaket nih. Nusuk banget dinginnya dan ngantuk
A: Iyah sama saya juga nih.

Sejenak meregangkan otot yang sudah sejak tadi kaku karena terpapar udara yang (sangat) dingin.

Kami lihat pada aplikasi, jarak yang harus kami temput masih 10 Km lagi. Sebenarnya tak terlalu jauh karena kami menggunakan skuter matik. Namun, suhu kala itu yang cukup menjadikan permasalahan untuk kami. Skuter dilaju dengan kecepatan sedang, ya sekitar 50-70 Km/jam.

Akhirnya kami sampai pada tujuan, Batur View!! Yeaayyyy....
Kami lihat banyak kelap-kelip headlamp para pendaki yang akan summit menuju kaldera Gunung Batur. For your info, Kaldera Batur sudah diakui oleh dunia karena keindahannya. Namun karena kami tak membawa perlangkapan untuk mendaki, kami hanya menikmati suasana pada point view. Tak kalah indah! kami melihan banyak sekali keajaiban alam raya Indonesia di Pulau Dewa ini.


Pukul 06.30 WITA kami bergegas turun menuju destinasi selanjutnya. Sekali lagi kami mengandalkan aplikasi navigasi yang ada pada gawai. Menuju Pura Ulun Danu Bratan. Pura yang sangat legendaris karena terdapat di pecahan uang Rp. 50.000,- .

Sebenarnya wisatawan domestik tak dikenakan biaya apapun kecuali parkir. Namun, kesalahan kami yang membuntuti rombongan wisatawan mancanegara dan ikut dikenakan biaya tiket Rp. 7.500/orang. Tapi kami tak menyesali itu, anggap saja kami membantu untuk menjaga keeksotisan tempat ini.










Suasananya sangat damai ditemani dengan sejuknya udara kala itu. Puas kami mengelilingi Pura, kami kembali menuju Hotel.




Sangat beruntung, hotel yang ditempati memiliki view yang bagus. Ketikan membuka balkon, pemandangan sawah yang begitu hijau dan menyegarkan mata. Cukup mengeluarkan Rp. 240.000,- Fave Hotel Umalas sudah memberikan fasilitas yang oke menurut saya. Sarapan, kolam renang, billyard dan fasitilas kamar juga yang oke.


Saya memutuskan untuk istirahat sejenak, makan dan tidur siang. Mengingat perjalanan kali ini cukup melelahkan.


Sore hari pukul 15.00 saya kembali melanjutkan perjalanan menuju Kuta Selatan. Tujuan setiap sore adalah untuk menikmati senja di pulau yang menjanjikan beribu keindahan senja. Kali ini saya memilih Dreamland Beach di kawasan Pecatu. Ini yang saya suka dari Bali, tempat wisata terjaga namun tetap dengan harga yang ekonomis. Cukup bayar uang parkir sebesar Rp. 5.000'- saja saya sudah bisa memasuki kawasan ini.






Berakhirlah perjalanan hari kedua ini. Saya pulang untuk beristirahat di tempat adik saya dan parter kembali menuju penginapan.




Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Jumat, 13 November 2015

Kami Ingin Menari, Jangan Ditunggangi

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Untuk prestasi
Bukan kesombongan diri

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Jangan kalian hakimi
Atau berusaha singkiri

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Sebagai apresiasi
Atau hanya sekedar hobi

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Atas kepentingan organisasi
Untuk memperkaya diri

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Berdiri rela mati
Membela harga diri

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Bukan provokasi
Atau cenderung ke kiri

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
Berusaha memagari
Jiwa-jiwa yang masih suci

Kami ingin menari
Jangan ditunggangi
SEKALI LAGI
JANGAN GANGGU KAMI!!!!!



-Eka, Negeri Berdebu-

Jumat, 06 November 2015

Jarak dan rindu yang berkorelasi



Jarak dan rindu adalah sebuah korelasi.
Ada jarak yang dibentangkan.
Ada rindu yang kian bertumpuk.
Ada rasa yang terjerembab dalam ruang.

Aku hanya mampu memadu padankan rangkaian kata menjadi sebuah kalimat.
Kalimat elok melukiskan keindahan rindu.
Aku menikmatinya

Dalam doa yang berulang
Seperti mengayuh sepeda
Perlahan dan yakin
Menggulung jarak bukan hal mustahil
Melebur ruang menjadi hal yang pasti
Menjadi satu kesatuan
Menjadi sebuah keindahan yang aku sebut dengan KEBERSAMAAN

Teruntuk jarak, terima kasih telah menciptakan rindu yang terlalu

Teruntuk rindu, kehadiranmu ada dalam rasa yang menciptakan asa hingga saatnya akan bersama.


-Eka, Negeri berdebu-

Selasa, 27 Oktober 2015

Aku dan Kereta Punya Cerita Di Dalamnya (Part I)


20.00 waktu yang tertera pada mesin absen. Saya mulai mengayuhkan langkah menuju Stasiun Palmerah. 20.10 sampai di stasiun dengan nafas terengah-engah mendengar commuter tujuan akhir Parung Panjang masih tersedia. Secepat kilat saya berlari menuju pintu kereta.

Gerbong 3 pintu pertama, adalah tempat strategis bagi saya karena sangat pas dengan tangga ketika tiba di Stasiun Serpong. Berpegang erat dengan besi agar tak tersungkur karena kecepatan kereta yang tidak stabil. Asyik mendengarkan musik dan main jejaring sosial. Tak lama wajah cool saya berubah dengan mengerutkan alis dan mengendus sesuatu. Kentut!! Iya bau kentut. Jahanamnya lagi, penyakit srimulat saya kumat tak tertahan dan langsung melontarkan kalimat "yaelah pake ada yg kentut lagi, semerbak abis". Sontak penumpang sekeliling saya tertawa adapula yang menggelengkan kepala. Tapi, apaboleh dikata semua itu reflek keluar dari mulut saya.Dengan rasa penasaran saya mulai mengamati orang-orang di sekitar saya. Untuk apa? Tentu saja untuk mencari pelaku itu. Haha

Saya mulai memicingkan mata dengan seorang pria berbaju biru muda. Dengan gantunga. ID card bertuliskan salah satu perusahan tambang yang besar. Tepat di serong kiri saya arah jam 11. Mungkin ini hanya praduga tak bersalah, tapi keyakinan saya begitu kuat. Wajahnya tegang, bukan itu saja. Saya mulai memperhatikan cara dia duduk sampai memperhatikan bulu bulu halus di tangannya yang berdiri.
Jujur saja, saya pun ketika mulas akan seperti itu. Pria itu mulai menyadari saya memperhatikan perilakunya. Iya!! Dia sangat gelisah. Seorang wanita di dekat saya pun mulai menyadari gerak gerik saya dan mulai senyum senyum. Bukan itu saja, pria di yang duduk di sebelah "terduga" senyum senyum sambil menundukkan kepalanya. Mungkin ia mengetahui sesuatu. Sampai pundaknya mulai bergetar karena menahan gelak tawa.

Saya coba perhatikan dan ternyata dia memakan tali ID yang serupa dengan si "terduga". Saya mulai menundukkan kepala dan mencoba menahan tawa. "Terduga" mulai salah tingkah karena perilaku temannya yang (mungkin) mengetahui "perbuatannya". Tak tahan dengan tawa nya, "terduga" mencubit paha di pria di sebelahnya. Entahlah saya benar-benar tak kuat menahan tawa sampai akhirnya saya membuka buku untuk mengalihkan perhatian.

Saya minta maaf atas perilaku saya untuk mas berbaju biru. Tetapi sungguh engkau benar-benar membuat saya memiliki cerita baru dengan commuterline. Maaf mas!!


-aku dan kereta, negeri berdebu 2015-

Jumat, 09 Oktober 2015

Pulau Para Dewa ( Day 1 )

Kurang lebih dua jam waktu yang ditempuh menggunakan pesawat dari Ibukota menuju Pulau Dewata. Bukan kali pertama saya ke tempat ini. Tapi masih terlalu banyak spot yang belum sempat saya nikmati di pulau yang penuh kenimatan ini. Bermaksud merebahkan sedikit pikiran dari peliknya pekerjaan di perkantoran, saya terlanjur jatuh cinta dengan pulau ini.


Jadwal dan biaya sudah dirinci jauh sebelum keberangkatan. Tujuan-tujuan eksotis sudah masuk dalam daftar kunjungan. Rasa semangat sudah tak mungkin dibendung lagi. Ditambah saya menyambangi pulau ini dengan orang yang saya kasihi. Lucky Ariadhi namanya.

Pulau Para Dewa saya menyebutnya. Mengapa? Karena disetiap sudut saya selalu menemukan unsur rohani dan magis yang kental. Ini terlihat dari banyaknya banten (semacam sesajen). Di depan pintu, di kendaraan, disudut rumah dan banyak lagi. Mungkin ini adalah salah satu cara masyarakat Hindu mengucap syukur pada Dewa yang mereka yakini. Moderinisasi sangat kental tapi hebatnya kebudayaannya tak tampak tergerus dengan arus modernisasi.


Bukan kehidupan namanya kalau tak ada percikan drama didalamnya. Hampir kandas semua yang sudah lama direncanakan. H-7 Lucky mengalami penurunan daya tahan tubuh. Suhu tubuhnya terus meningkat, wajahnya pucat dan terlihat lemas. Terlihat jelas ada yang kurang baik dengan kesehatannya, rumah sakit jawabannya. Tiga hari lamanya Lucky melakukan perawatan intensif di rumah sakit. Keadaannya belum pulih betul, namun keinginannya sudah terlalu membuncah untuk menyambangi Pulau Bali.Berhasil bernegosiasi dengan jaminan komitmen agar tak menguras seluruh energi, dokter mengizinkannya pulang untuk liburan. Sedikit cemas tapi ini sebuah keputusan yang harus diambil.

Lucky : Neng, aa udah pulang dari rumah sakit, besok kita jadi ke Bali ya.

Saya: Alhamdulillah, tapi kita rombak jadwal ya karena kamu belum pulih betul

Lucky : Enaknya kamu we.


Satu malam semenjak kepulangan dari rumah sakit dan berusaha mengumpulkan energi untuk berlibur kami pun berangkat dengan menggunakan pesawat keberangkatan Bandung pukul 06.00 WIB dan akhirnya tepat pukul 09.00 WITA kami mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali. Bandara yang sangat saya senangi karena design dan interiornya yang cantik, modern kental akan budaya Bali .





Kami tak khawatir dengan kendaraan dan tempat tinggal saat di Bali. Ada adik saya, Tata namanya yang dengan sigap menjemput kami di bandara untuk segera rehat di ruang berkuran sekita 6x5 meter persegi itu. Cukup nyaman untuk ditinggali beberapa hari.

Hari Pertama:

Kami hanya menjadwalkan untuk rehat sejenak dan menuju destinasi yang mudah dijamah seperti Pantai Kuta, Legian, Monumen Bom Bali dan Pura Uluwatu untuk menikmati sunset (terbaik menurut saya). Tempat yang sudah mainstream di Bali kecuali Pura Uluwatu yang mungkin belum seramai tempat wisata lainnya.

Masih terlalu lelah untuk melanjutkan aktivitas perjalanan, jet lag dan lapar. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak dan makan. Tak jauh dari tempat kami singgah, ada pondok chinese food yang katanya cukup di gemari banyak pelanggan. Selain harga yang sangat bersahabat dengan kantong, rasanya pun tak mengecewakan.

Saya : Dut, makan yuk! Laper gue.

Tata : Ke Chinese food aja yuk teh, tata pengen sapo tahu. Enak disana, Tata suka

Saya: Yaudah ayok, ajak Willy sekalian.


Warung yang terletak di Jalan Raya Uluwatu tak jauh dari Kampus Sastra Udayana ini memang cukup ramai, harganya kisaran 14 ribu rupiah per porsi dan menurut saya cukup untuk makan berdua. Selesai makan kami kembali ke tempat singgah untuk menunaikan ibadah. Setelah itu saya dan Lucky melanjutkan perjalanan menuju monumen Bom Bali dan Pantai Kuta. Kami tak berfoto ria karena keadaan yang amat ramai kala itu.

Saya : Ini loh a monumen Bom Bali. Kamu mau foto gak?

Lucky : Oh yang ini. Engga cuma pengen tau aja.

Sambil terus melaju skuter matik secara perlahan menuju Pantai Kuta kami sangat menikmati suasana di Kuta kala itu. Suasana yang dirasakan sangat berbeda, serasa sedang diluar negeri. Karena apa? Karena wisatawan mancanegara berpakaian minim lebih dominan dibandingkan dengan wisawan domestik.

Lucky : Kaya lagi di KL ( Kuala Lumpur ). Suasananya gak beda jauh sama ini

Saya : Masa sih? Aku belum pernah keluar negeri jadi gak tau. hehe. Ini a sebelah kiri kita Pantai Kuta, kita mau sunset disini atau di Pura Uluwatu?

Lucky : Males parkirnya euy, ke Uluwatu aja deh

Akhirnya kami menuju Pura Uluwatu dan memberi kabar adik saya untuk bersiap-siap bertemu di Jimbaran dan lanjut ke Pura Uluwatu. Namun saat itu waktu sudah tepat pukul 18.00 WITA. Optimis bercampur pesimis, khawatir tidak sempat menikmati sunset di Pura Luhur. Sepanjang perjalanan saya berinisiatif untuk mengabadikan tenggelamnya matahari yang kala itu benar-benar sangat indah. Motor dilaju sangat cepat agar bisa mencapai lokasi tepat waktu.

Tiba di pintu masuk Pura Luhur Uluwatu kami hanya dikenakan biaya parkir sebesar 2000 rupiah dan 15.000 untuk tiket masuk. Cukup worth it menurut saya dan sebanding dengan perawatan yang ada. Kebersihan lingkungannya sangat dijaga. Pelayanan para penjaganya pun patut diacungi jempol karena sangat ramah. Karena ini tempat ibadah, sebelum masuk kami diwajibkan untuk memakai kain beserta selendangnya. Hal ini untuk menghormati peraturan dan adat istiadat yang ada.


Benar saja, kami tak tepat waktu karena matahari sudah terbenam. Namun keindahannya masih bisa kami nikmati. Oh ya, di Pura Uluwatu banyak sekali monyet dan mereka senang dengan kacamata. Para pengunjung wajib waspada dengan barang bawaan yang kiranya akan menarik perhatian monyet monyet disana khusunya kacamata. Entah, monyet monyet itu senang sekali mengambil kacamata pengunjung.




Usai sudah perjalanan kami hari pertama di Bali. Selanjutnya kami menuju tempat singgah untuk berisirahat dan mengisi energi untuk hari esok.

Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Rabu, 16 September 2015

Petualanganku Banyak Melibatkan Kalian


Hai kalian, mungkin aku terlalu sendu atau rindu yang teramat dalam. Jarak begitu pekat ya, aku dimana kalian dimana. Tapi kita selalu punya cara unik untuk menggulung jarak ratusan kilometer ini.

Apa kabar kalian? Aku harap akan selalu baik dan bahagia. Aku benar-benar sangat merindukan kalian. Bukan, bukan hanya kalian tetapi semua yang ada di diri kalian. Masih ingat bagaimana awal kita bisa akrab sampai saat ini? hahaha itu hal yang sangat lucu dan bodoh.

Aku masih ingat dulu aku begitu ketus dengan Devy. Maklum, dia suka malas mencuci perkakas yang dia pakai. Masih ingat gimana raut wajah pucat ku ketika menyapa Ka Sasa di kampus? hahaha Maklum Ka Sasa adalah senior genapku di kampus.

Tapi dibalik semua itu ternyata ada hal yang tak semua orang tau. Yap! betul kata Sherina "lihat segalanya lebih dekat". Dan aku "mendapatkan" kalian.

Kalian tau mengapa aku beri judul "Petualanganku Banyak Melibatkan Kalian" ? Karena memang sebagian besar hari hari ku selalu ada kalian. Hari yang memalukan sampai hari yang sangat menyenangkan.

Sampai detik ini aku belum menemukan manusia se"TAI" kalian. Aku bisa berbicara sesuka mulutku, tapi kalian tau itu bukan hinaan. Kalian pun sering berbicara semau mulut kalian, tapi aku pun tau itu bukan hinaan.

Kita sering saling mencaci di depan, tapi aku tau kalian banyak membanggakan ku dibelakangku. Entah untuk apa kalian melakukan itu untuk aku. Itu terserah kalian, karena itu pilihan.

Tulisan ini memang aku dedikasikan khusus untuk kalian. Orang yang aku anggap bukan sekedar teman, bukan sekedar keluarga, tetapi kalian bagian dari diriku.

Terima Kasih Devy Amelia Nurul Alamsyah dan Raisha Sukma Huda. Entah bagaimana caraku membalas semua kebaikan kalian. Aku sayang kalian (gila gue terharu beneran). Aku selalu berdoa agar Tuhan selalu menjaga kalian. Menjaganya untuk aku!!

Kalian tau? Aku sering dilanda cemburu dikala kalian lebih seru dengan teman kalian yang lainnya, yang bisa lebih asyik dibanding kala bermain dengan ku. Aku merasa jiwa kekanak-kanakan ku merasuk saat itu. Aku mau perhatian kalian cuma untuk aku! bukan yang lain!

Yasudah, sekian coretan yang melenceng dari tema blog ini.


Terima Kasih
Salam Hangat dari Negeri Berdebu
Eka \m/

Selasa, 15 September 2015

SahuRIDE 50th Harian Kompas

Ini kali pertama saya mengikutsertakan diri saya dalam kegiatan SahurRide. Merupakan sederetan acara dalam memperingati 50 tahun Harian Kompas. Salah satu media besar dan bonafit yang banyak dicandui oleh pembacanya.

Kini saya telah menjadi bagian dari keluarga besar Kompas Gramedia. Bangga? Tentu!! Media yang banyak di elu elu kan orang. Dan cukup "sakti" namanya hehe.. Bukan perkara mudah bisa menjadi bagian Kompas Gramedia, karena harus melalui porses seleksi yang cukup ketat.

Menurut saya, bekerja di tempat ini sangat menyenangkan karena dikelilingi orang-orang yang dinamis dan kreatif. Selain itu, banyak kegiatan yang bisa mendukung hobi para karyawannya. Salah satunya bersepeda.

Dian Maharani atau akrab dipanggil Rebung, wanita cantik berdarah Minang dan seorang pewarta senior di Kompas.com yang mengenalkan kegiatan ini kepada saya.

Dalam naungan Kompas Gramedia Cyclist, organisasi yang mewadahi para pecinta olahraga sepeda. Saya ikut bergabung mengikuti kagiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Salah satunya SahuRide. Bersepeda dini hari mengelilingi kota Jakarta dengan jakark 50Km.

Bukan hanya bersepda biasa, tetapi sembari membagikan makanan sahur untuk beberapa panti asuhan yang ada di Jakarta. Peserta yang ikut cukup ramai karena terbuka untuk umum. Target hanya 250 peserta tapi kenyataannya ada 400 pesepa yang turut hadir dalam acara SahuRide ini.

Sebelum gowes, peserta sempat diajak mengelilingi redaksi Harian Kompas dan Percetakan. Momen yang tak setiap hari bisa dirasakan.

Adalah hal yang sangat menyenangkan, melakukan kegiatan seperti ini. Jaya terus Kompas Gramedia, jaya terus Harian Kompas, jaya terus Kompas Gramedia Cyclist. Semoga ID Card saya lekas biru. huehehehe (tetep)

Berikut beberapa dokumentasi kegiatannya:










Ayo Gowes,
Terima Kasih
Salam Hangat
Eka


Selasa, 08 September 2015

Papandayan, DenganNya Ku Kan Datang

Hai.. Lama tak bersua. Kesibukan menjadi kaum urban pergi pagi pulang pagi tak bisa dipungkiri lagi. Mari sejenak memberi spasi untuk melonggarkan otot.



Rencana sudah menjadi wacana. Begitulah kalimat awal yang terbesit di kepala saya. Sudah hampir tiga bulan lamanya namun tak kunjung terealisasi.

Hingga datang seseorang bak pangeran berkuda putih yang ingin memenuhi keinginan saya. Siapa? Dia adalah Lucky Ariadhi laki laki berperawak tegap namun tak cukup tinggi. Dia Adalah laki laki yang mampu membuat saya menutup mata dan telinga dari keadaan sekitar.

28 sampai 30 Agustus 2015, tanggal dimana saya akhirnya melancarakan rencana untuk menginjakkan kaki di Papandayan. Seharusnya saya ke tempat ini dengan teman teman saya. Tapi tak apa karena pada akhirnya saya berhasil ke tempat ini.

Perjalanan cukup melelahkan karena sempat terselip drama romantika antara dua insan.

Tak sabar rasanya menikmati langsung tempat yang banyak disanjung kalangan muda mudi sebagai tempat romantis. Terbawa arus kekinian? Iya! kalian boleh menyebut saya seperti itu. Saya senang dan sangat bahagia. Pengalaman naik gunung dengan yang terkasih kali ini tidak gagal.

Terima Kasih..
Terima Kasih Lucky Ariadhi..
Terima Kasih Papandayan..




Rabu, 01 Juli 2015

Kemping Ceria ala Hammockers

Lagi lagi mendadak! Berawal dari wacana yang timbul saat berbincang di Hotel saat outing kantor tapi berujung serius. Sayang rasanya memiliki kesempatan ke Bandung tetapi tidak digunakan dengan maksimal.

"Ka ada Gathering Hammockers Indonesia di Lembang sekalian temen gue mau luncurin buku gitu mau ikut ga?" cetus rekan saya bernama Wahyu Adityo Prodjo pewarta KompasTravel asal Purworejo.

"Ah seru banget sih, ikut dong gue. Mumpung di Bandung, toh besok juga masih libur" balas saya

Tak pikir panjang bagaimana nanti disana. Karena tidak membawa perlengkapan sama sekali. Hanya bermodal ID Card, baju ganti, kemeja flanel dan sepatu. Tidak berpikir kalau suhu disana mencapai 15 derajat celcius . Lebih baik jangan meniru kami, karena cukup beresiko.

"Mas gimana, temen lo bisa dihubungin? Btw nanti tidurnya gimana?" cetus saya

"Temen gue ada yang lagi di Hotel Transtudio, ntar gampanglah diatur" Ujar Wahyu

Agak khawatir karena saya perempuan sendiri. Takut timbul prasangka buruk dari orang. Tapi saya percaya, Wahyu dan temannya orang baik dan dapat dikatakan tidak mungkin melakukan hal tak senonoh.

Turun naik angkot dan akhirnya sampai ditempat yang kami tuju, Bumi Perkemahan Downhill Cikole, Lembang. ( Sejujurnya, walau hampir sampai saya masih belum paham apa itu hammock hehe) . Berjalan menuju ruang informasi untuk menanyakan dimana lokasi  gathering diselenggarakan.

Ada sedikit kendala, mungkin komunikasi pengelola yang kurang baik atau ada hal lain. Karena saat kami menanyakan pengelola tak mengetahui adanya acara ini. Ah yasudah, kami nekat berjalan kaki menelusuri jalan hingga menemukan lokasi acara. Pemandangan hutan pinus yang sudah lama tak saya jumpai menjadi pengobat lelah.


"Ntar kalo ada mobil bak lewat kita berentiin aja, biar nebeng ampe atas" kata Wahyu

Tak lama kami berjalan, tiiinnnn tiiinnn.. suara klakson mobil ditujukan kepada kami.

"Mau kemana kang?" ujar seorang pria (saya lupa namanya) tapi dia dari forum backpacker 

" Mau ke acara Hammock, kang. " balas Wahyu

"Oh yaudah bareng saya aja, kasian jalan kaki mah lumayan jauh" ujar pria baik itu

"Alhamdulillah, rejeki anak sholeh. Kita gak jalan kaki. Niat mau nyetop los bak, malah mobil bagus yang mau nebengin kita. hahaha " ucap saya dengan bahagia

Sampai di lokasi, kami mendatangi panitia untuk mendaftarkan diri. Di dalam benak saya mengatakan "oh itu ternyata namanya hammock gue sih bilangnya ayunan hihi ". Usai registrasi, kami mulai mengelilingi lokasi gathering . Ada yang menarik, seorang pemuda mencoba melintasi seutas tali yang diikatkan di pohon, ternyata mereka komunitas slackline.  Sudah lama saya mengetahui kegiatan ini, namun baru ini saya mengetahui namanya.


Seorang pemuda yang beratraksi dengan lincah diatas seutas tali

Tak lama kami menyambangi komunitas slackline, kami kembali berkeliling untuk melihat-lihat sembari mencari temannya Wahyu. Berjalan menuju sudut kanan dekat dengan pendopo yang digunakan sebagai surau yang tak jauh dari toilet, ada sekerumunan pemuda yang ternyata merekalah temannya Wahyu. Fiuuhh.. berkahir sudah pencarian selama ini.




Bermodalkan logistik seadanya yang saya dan Wahyu bawa, kami berharap diberikan tumpangan tenda untuk beristirahat. Ternyata tanpa diminta, mereka sudah menawarkannya. Baik sekali pemuda pemuda ini. Ada Pancong, Dasoy, Epoy, Dira, dan Oscar. 

Hanya kemeja flanel yang saya kenakan, saya berharap bisa menahan hembusan angin malam itu yang sangat menusuk. Tapi tak lama Dira menawarkan jaketnya kepada saya. Lumayan mengahangatkan tubuh. Terima kasih Dira atas pinjaman jaketnya.

Berbincang hingga larut malam. Bercanda dan saling lempar ejekan cukup menghangatkan suasana. Tak perlu banyak waktu untuk beradaptasi dengan mereka, saya sudah menunjukkan siapa diri saya. 

"Itu dimakan biskuit kelapa nya" ujar salah seorang dari mereka

"Engga ah! Seret!!" balas saya

" Parah ya, nih biskuit paling gak laku kalo dibawa naik gunung " pungkas Oscar

"Sama kaya gue ya, boro boro di colek, dilirik aja engga" lirih saya sambil tertawa

" Da aku mah apa atuh?" kata Irfan a.k.a Pancong

"Gue mah cuma butiran jasjus, diseduh juga larut" jawab saya sambil kembali tertawa

Canda gurau biskuit dan jasjus terus berlanjut bahkan menjadi ikonik kita saat bercanda. Lelah tertawa bersama, kami semua masuk tenda untuk tidur.

Esok Hari

Pagi hari ketika bangun, sudah ada beberapa tingakatan hammock yang dipasang. Rencana awal hanya 20 tingkat, nyatanya diluar ekspektasi. Sebanyak 29 tingak hammock berhasil dipasang. Ini sudah melebihi rekor sebelumnya yang hanya 18 tingkat. Takjub dengan hasil kerja keras para hammockers. Ketika kami lelap tertidur, ternyata mereka memulai memasang tingakatan hammock ini.





Benar- benar pengalaman yang sangat mengesankan bisa hasir diacara Gathering Hammockers Indonesia. Tidak ada kata menyesal yang terlontar sedikitpun. Terima kasih Mas Wahyu sudah mengijinkan saya turut serta ke acara ini. Terima kasih Epoy, Pancong, Dasoy, Dira dan Oscar sudah menerima saya dengan hangat. 

Dapat pengalaman baru dan dapat teman baru. Benar-benar hal yang sangat menyenangkan. Semoga pertemanan terus terjalin ya.

Terima Kasih
"Keep Hanging and See You at The Next Trees"
Eka \m/




Senin, 22 Juni 2015

Travelmate Solid Itu Penting!


Liburan ke tempat yang belum pernah dikunjungi menjadi salah satu challenge seru. Apalagi kalau bersama travelmate yang juga tak kalah seru. Perjalanan akan lebih terasa berkesan dan penuh dengan kebahagiaan.

Terlihat sepele untuk mendapatkan travelmate yang sesuai dengan hati. Namun pada kenyataannya mendapkan teman yang cocok saat traveling itu menjadi unsur yang penting karena akan berepengaruh pada kenikmatan perjalanan kita.

Travelmate seperti apa sih yang bisa diajak solid? 

1. Yang memiliki satu tujuan

Menjatuhkan keputusan tempat tujuan menjadi hal yang penting sebelum bepergian. Karena tanpa tujuan, kita tak tau arah yang akan kita capai. Tujuan disini bukan hanya mengenai tempat, tetapi apa saja yang ingin kita dapatkan pada suatu perjalanan. Karena setiap orang pasti memiliki perbedaan pada makna yang ingin didapat dalam sebuah perjalanan. Baiknya tentukan dan satukan tujuan.

2. Teman yang tidak manja

Mendapat teman yang mandiri menjadi salah satu hal penting. Karena bisa diajak fight bersama dan tak banyak mengeluh. Perjalanan tak selalu berjalan mulus. Tanpa kita duga dan diluar rencana, hambatan akan selalu ada. Disini kita membutuhkan teman yang mandiri dan bisa saling menopang dalam kesulitan. Hal ini juga diutarakan oleh seorang pewarta bernama SIlvita yang juga suka traveling.

"Cari temen jalan tuh jangan yang manja. Aduh males banget deh kalo dikit dikit ngeluh. Rasanya pengen gue tinggal aja. Apalagi kalo yang suka milih milih. Makan dipinggir jalan gamau, mau nya di resto. Nginep di tempat tempat biasa juga gak mau. Maunya di hotel bagus. Duh Rempong" Ujar Silvita

3. Yang Humoris dan Kreatif

Kadang saat melakukan perjalanan yang cukup jauh, rasa jenuh sering hinggap. Inilah mengapa teman yang humoris dan kreatif sangat dibutuhkan. Humoris karena bisa menghibur kita saat jenuh, kreatif karena pasti ada saja ide untuk melakukan hal hal diluar dugaan yang seru. Sifat humoris dan kreatif dapat diindikasikan kalau "dia" adalah orang yang asyik.

4. Siap untuk saling melindungi

Dalam keadaan genting entah kebingungan, kedinginan, kelelahan atau kelaparan. Memiliki teman yang bisa saling melindungi adalah hal yang luar biasa. Karena bisa saling mengcover dalam suatu keadaan diluar dugaan.

Selamat Berplesir
Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Senin, 15 Juni 2015

Hidup Menentang Zaman, Suku Baduy Akan Tetap Teguh

Baduy, sudah banyak orang yang mengetahui keberadaan suku ini. Mereka hidup di daerah perbukitan dan jauh dari kota membuat suku ini jauh dari kata modern. Baduy sendiri terbagi atas dua, yakni: Baduy Luar dan Baduy Dalam. Baduy Dalam merupakan suku yang masih memegang teguh nilai nilai ajaran leluhur yang melarang masyarakatnya untuk mendekati ajaran modern. Tidak boleh mengenakan alas kaki dan kendaraan bemotor serta warna pakaian yang tak boleh mencolok, hanya hitam dan putih yang mereka kenakan.

Berbeda dengan Baduy Luar yang sudah mulai ada polesan budaya modern. Warga Baduy Luar sendiri diperbolehkan menggunakan alas kaki dan kendaraan umum. Namun tetap tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan resmi dan menggunakan listrik. Walaupun sudah kebanyakan warga Baduy Luar sudah memiliki telepon genggam.

Dari Jakarta

Untuk menuju desa ini, bisa menggunakan jasa angkutan kereta api dan berhenti di Stasiun Rangkas Bitung untuk selanjutnya menuju terminal Ciboleger yang terletak tak jauh dari stasiun. Di Ciboleger, sudah ada angkutan yang memang khusus mengangkut wisatawan yang ingin ke Baduy.

Melalui perjalanan panjang dan melelahkan membuat kita harus mempersiapkan fisik dan mental. Jalan berkelok serta berlubang membuat perjalanan kurang terasa asyik. Ditambah debu yang begitu pekat apabila kita melakukan perjalanan saat musim kemarau.


Desa Cikesik

Adalah Desa Baduy Dalam terluar dan tertua diantara tiga desa lainnya. Ada tiga Desa Baduy Dalam, yaitu Desa Cikatawarna, Desa Cibeo dan Desa Cikesik. Tak banyak wisatawan yang mengunjungi Desa Cikesik, karena memang jarang orang yang mengetahuinya. Cukup berjalan 15 menit dari perbatasan Desa Cijahe menuju Desa Cikesik. 

Namun, baiknya kita sudah membuat janji dengan salah satu Warga Baduy agar tak jatuh ke tangan pemandu wisata yang salah dan perijinan dengan ketua jaro lebih mudah.

Sesampainya di Cikesik, ketenangan langsung dapat dirasakan. Tanpa alat elektonik dan pro kontra pemberitaan. Hanya canda dan tawa yang ada. Suasanya sejuk dan asripun menambah kenikmatan para wisatawan yang datang.

Suasana terasa masih sangat alami dengan terdengarnya kicauan burung ditambah suara gemercik aliran sungai. Tak ada suara klakson yang berbalasan seperti di kota. Dikala malam walau tanpa listrik, cahaya rembulan sudah lebih dari cukup menerangi. Mungkin karena tak ada distorsi cahaya dari lampu sorot dari gedung gedung pencakar langit.

Warga Baduy hidup begitu tenang dan damai. Sempat ada percakapan dengan seorang Warga Baduy, Pak Narpah namanya. Sosok pria dengan tiga anak yang begitu ramah dan rendah hati menerima setiap kedatangan setiap wisatawan. Pak Narpah menjelaskan kalau Desa Cikesik didiami sebanyak 70 rumah yang terdiri atas 130 kepala keluarga.

"Disini ada 70 rumah tapi 130 KK. Dulu 60 rumah sekarang nambah 10" ujar Pak Narpah.

Pak Narpah juga menjelaskan kalau tempat yang ia diami ini akan bergeser ke tanah lapang dekat dengan rumahnya. Bukan hanya rumah Pak Narpah, namun seisi desa akan berpindah.

"Sebelum puasa mau pindah rumah. Sekarang lagi buka lahan, nanti semua rumah dipindah kesana. Rumahnya di gotong bareng-bareng terus di taro di tempat yang baru. Karena di dalam batin merasa tidak cocok. Sudah bilang ke ketua puun, sebelum puasa pindah" pungkas Pak Narpah lagi.

Rumah rumah di Baduy Dalam masih menggunakan bahan yang berasal dari alam. Tak mewah tetapi nyaman untuk ditempati. Dengan seni artistik dari alam, rumah terasa begitu sejuk.

Tak tak ada dokumentasi yang dapat diabadikan di Baduy Dalam, karena peraturan adat disana tidak mengizinkan wisatawan mengambil gambar. Tak ada salahnya kita mematuhi peraturan untuk menghargai kearifan lokal.

Baduy Luar

Sehari di Baduy Dalam dan keesokan harinya harus segera pulang. Perjalanan pulang kali ini melewati Baduy Luar. Tak ada larangan dokumentasi disini. Sekitar dua kilometer dari Baduy Dalam terdapat lumbung padi (leutik) milik warga. Lumbung padi ini digunakan untuk menyimpan gabah dan bahan pangan lainnya sebagai persediaan hidup.





Tak lama melewati lumbung padi, terdapat barisan rumah Suku Baduy Luar yang sederhana dan tertata rapih. Kesederhanaan bukan hanya pada bangunannya, tetapi juga pada masyarakatnya. Teringat ada percakapan dengan seorang anak Baduy bernama Samin ( 17 tahun ) yang sebenarnya menginginkan berpindah ke Baduy Luar agar bisa merasakan naik mobil dan menggunakan telepone genggam.

"Sebenernya mau di Baduy Luar, pengen naik mobil, pengen punya hand phone. Tapi saya mah pasrah dan ikhlas menerima takdir dan peraturan yang udah diatur sama leluhur. Kalo semua pengen keluar nanti Baduy Dalem ga ada lagi" tutut Samin dengan logat khas sunda wiwitan.


Begitu ikhlas nya mereka menjalani kehidupan tanpa banyak mengeluh. Tetap gigih menjalani kehidupan. Dan teguh sebagai masyarakat Baduy Dalam. Serta menjunjung tinggi nilai nilai warisan dari leluhur. 


Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Minggu, 14 Juni 2015

Cisauk, Negeri Berdebu Kini Menjadi Tanah Emas

Ini memang agak melenceng dari tema blog saya yang berisikan tentang plesir. Ini hanya ungkapan sedikit dilema hidup saya.

Masih ingat dalam ingatan saya, ketika kedua orang tua saya memutuskan untuk membeli sepetak rumah di kawasan Cisauk. Sepi dan hanya segelintir orang yang berminat untuk membeli rumah di kawasan ini walaupun dengan harga yang sangat murah. Dengan harga 78 juta rupiah dan uang muka 15 juta yang dapat dicicil selama satu tahun.

Saat ini sudah menjadi hal yang mustahil untuk mendapatkan rumah dengan harga segitu. Ini menjadi dilema tersendiri untuk saya yang berkeinginan membeli rumah dengan nominal gaji saya yang pas pasan.

Belum lama saya iseng menyambangi salah satu kantor pemasaran perumahan yang juga berlokasi di Cisauk, Sebut saja Suradita dan Serpong Garden. Sungguh hal yang menakjubkan dan menyayat hati. Harga rumah saat ini sudah mencapai 500 juta rupiah bahkan lebih.

Siapa sangka, Cisauk yang dulu dikenal hanya sebagai negeri berdebu sudah berubah menjadi tanah emas. Dahulu Cisauk sering dijadikan bahan olokan karena kondisinya yang sepi, berdebu dan hanya dilalui truk besar. Sekarang, banyak orang berbondong-bondong untuk menginvestasikan sebagian penghasilannya di tempat ini.

Dilihat dari fasilitas yang ada, Cisauk merupakan lokasi yang strategis. Dekat dengan Pusat Kota BSD ditambah saaat ini sudah dibangun jalan tembus. Terdapat pula stasiun kereta api yang merupakam kendaraan alternatif yang sangat diandalkan oleh banyak masyarakat termasuk saya.

Saat ini, kendaraan roda dua sudah bukan menjadi kendaraan alternatif lagi mengingat harga bahan bakar yang terus melambung dan kondisi lalulintas yang padat.

Belum terkontrolnya tingkat populasi yang terus melonjak juga menjadi salah satu pemicu kebutuhan dan permintaan rumah semakin meningkat. Semoga ada suatu solusi untuk dilema yang sedang saya alami saat ini.


Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Selasa, 09 Juni 2015

Mendaki Itu Apa Sih?

Gunung Merbabu

Ketika banyak orang baru mencoba mengakrabkan dirinya berkegiatan alam khususnya mendaki, dapat dikatakan saya sudah mulai terbiasa dengan kegiatan ini. Menurut saya pribadi, mendaki menjadi salah satu kegiatan yang mengasyikkan dan meninggalkan efek candu.

Pada hakikatnya, mendaki adalah proses pembelajaran diri. Maksudnya, dengan mendaki kita bisa belajar untuk tidak egois dan bisa lebih menahan diri. Selain itu, dengan mendaki saya bisa mengetahui bagaimana kesetiakawanan seorang teman, kepedulian, dan kejujuran orang-orang yang ada di sekiling saya.

Ada kalimat yang masih saya ingat tentang mendaki "kalau mau tau watak orang sesungguhnya, ajak dia mendaki gunung dan kamu akan mengetahuinya". Mendaki gunung membuat saya menemukan sahabat dan keluarga baru. Memperluas jaringan dan memperpanjang tali silaturhami.

Namun sayang, saat ini mendaki gunung sudah menjadi ajang unjuk diri siapa yang paling keren dan siapa yang paling kuat. Saya tidak menyalahkan pihak manapun. Ini menjadi peringatan buat diri saya sendiri akan hakikat mendaki sesungguhnya dan agar lebih bisa memahami batasan kemapuan diri sendiri.

Saya masih ingat juga kalimat yang sering dilontarkan teman-teman sesama penggiat alam kalau "tujuan akhir adalah pulang kerumah dengan selamat, dapat puncak? anggap saja itu bonus". Begitu banyak pesan tersirat dibalik kalimat tersebut. Apa? Keselamatan adalah jawabannya. Jangan jadikan gengsi sebagai alasan untuk mengabaikan keselamatan diri.

Senang melihat banyak orang bisa menyaksikan langsung keindahan alam negerinya sendiri. Tapi ada efek negatif juga yang ditimbulkan dari semua itu. Tingkat kepedulian dan kesadaran untuk tetap menjaga dan merawat lingkungan yang masih rendah menyebabkan rusaknya ekosistem. Sampah yang berserakan, coretan-coretan yang tak berguna bahkan perusakan seperti memetik tanaman-tanaman yang dilindungi.

Belum terlambat untuk memperbaiki semuanya. Saya harap ada kesadaran untuk bisa memulihkan dan menjaga alam negeri Indonesia ini.

Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Jumat, 29 Mei 2015

Bali Kuingin Kembali


 Pantai Nusa Dua

Pulau Dewata, hmmm siapa yang tak mengenalnya?? Seluruh penjuru dunia sudah mengetahui keeksotisan pulau ini. Banyak destinasi wisata yang bisa kita kunjungi di tempat ini. Hidup di pulai Bali bagaikan liburan setiap hari. Bagaimana tidak? Setiap sudut pulau ini pasti ada saja spot yang menarik untuk kita kunjungi.

Sunset Pantai Kuta
Saya pribadi memang baru dua kali mengunjungi pulau surga ini dan langsung jatuh cinta. Rasa enggan untuk meninggalkan pulau ini begitu kuat. Tapi beruntunglah saya karena selalu punya alasan untuk kembali ke pulau ini. Adik perempuan saya satu-satu nya kuliah di Bali. hahaha.. tertawa licik yang selalu saya lakukan ketika ingat alasan itu dan terus mendoktrin adik saya untuk mengambil kuliah di pulau ini.

"Dut, lo ambil kuliah di Udayana aja, lamayan kan kalo gue liburan ke Bali jadi bisa nebeng tempat tinggal lah" tutur saya saat itu. Beruntung saya dan adik saya sama-sama memiliki pemikiran picik. Tanpa pikir panjang dia pun meng- iya- kan perkataan saya.

Pertama kali menginjakan kaki di Bali adalah saat saya KKL dengan teman-teman sejurusan saya. Kurang puas dan rasa sesal yang saya dapat tak membuat saya kapok pergi ke Bali. Planning selalu saya buat hingga pada akhirnya saya diberi kesempatan lagi untuk mengunjungi pulau ini. Tidak tanggung-tanggung!! Satu bulan lebih saya disini. Benar-benar liar deh karena merasa bebas. 

Pada saat itu memang masa-masa saya habis selesai skripsi dan sangat membutuhkan vitamin sea. Setiap hari saya ke pantai yang ada di Bali. Mulai dari pantai yang memang sudah eksis dan menjadi magnet nya Bali sampai ke pantai yang entah apa itu namanya.


Selain wisata pantai, saya juga banyak menikmati kuliner khas Bali. Ya memang kalau kita tidak teliti hati-hati nanti salah makan. Tapi ada satu tempat makan yang menurut saya wajib dikunjungi. Selain murah, rasa nya pun enak dan halal. Rumah makan itu ada di tepi pantai matahari terbit atau orang mengenalnya sanur. Rumah makan ini menyediakan menu khas laut. Tapi yang juara itu Sop Ikannya. Dengan harga 18 Ribu saya sudah bisa menikmati semangkuk penuh sop ikan.


Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Kamis, 28 Mei 2015

Hai Wanita!! Tak Buruk Menjadi Seorang Traveler!



Traveling bisa dikatakan sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang termasuk untuk saya sendiri. Melakukan perjalanan sudah menjadi kebutuhan saya. Semacam ada yang kurang dan rasa janggal jika satu bulan saja saya tidak berkelana.

Bepergian ke tempat yang baru menjadi satu penghargaan terhadap diri saya atas segala pencapaian yang sudah saya peroleh. Bagi sebagian orang ini adalah kegiatan yang kurang berguna dan terlalu banyak membuang-buang waktu dan biaya. Tapi bagi saya, plesir menuju tempat yang baru adalah hal yang luar biasa. Karena kegiatan ini membuat saya berbeda dengan kebanyakan orang lainnya.

Kesan urakan dengan gaya berpakaian semau gue, itulah yang banyak dikatakan orang kepada saya. Tak jarang menjadi pusat perhatian dan banyak orang memandang aneh kepada saya. Mungkin ini masih menjadi hal yang tabuh, namun tak apa inilah saya.

Ada beberapa hal yang membuat saya merasa bangga menjadi wanita treveler:
1. Merasa Mandiri dan Kuat

Mengapa? Karena saat bepergian pastilah kita harus menyiapkan banyak perlengkapan. Perlengkapan itu harus kita siapkan sendiri dan harus dibawa sendiri. Beban berat yang harus dibawa bukan menjadi penghalang saat melakukan perjalanan. Bagi kebanyakan wanita, membawa beban berat di punggung masih menjadi satu hal yang seharusnya tidak dilakukan wanita. Tapi bagi saya, itu menjadi satu tantangan untuk mampu membawa beban tersebut dan ada kesan "tidak manja" yang saya lihat.

2. Tidak Ribet

Ribet adalah kata yang sering melekat untuk kaum wanita. Menjadi seorang traveler wanita membuat saya bisa menyederhanakan hal yang rumit. Contohnya: Saya tidak harus pusing apabila disuatu tempat yang saya kunjungi tidak mendapat penginapan yang bagus. Asalkan aman bagi saya itu sudah menjadi hal yang lebih dari cukup.

3. Berani

Tidak harus bergantung dengan orang lain untuk melakukan perjalanan. Beberapa kali saya melakukan perjalanan sendiri dan itu bukan sesuatu yang buruk. Justru disitu saya merasa lebih leluasa karena tidak harus menyatukan banyak tujuan dan pikiran dari banyak orang. Melakukan perjalanan sendiri bisa dijadikan ajang untuk mengenal diri kita lebih jauh. Bisa bebas berekspresi tanpa harus terlalu banyak memikirnkan banyak orang. Karena terkadang jiwa membutuhkan waktu sendiri.

4.  Memperluas Relasi

Saya sering melakukan perjalanan ke beberapa tempat yang baru tanpa mengenal atau tanpa ada orang yang saya kenal di daerah tersebut bahkan tanpa teman yang mendampingi selama perjalanan. Tapi disitu saya bisa membuka relasi baru dengan berkenalan. Saya memiliki banyak teman baru dari berbagai daerah yang membuat hasrat berplesir saya semakin besar karena sudah mendapatkan relasi baru bahkan di tempat yang cukup endemik.

5. Pelampiasan Kesedihan

Maksudnya, terkadang ketika saya merasa sedih entah karena pekerjaan atau karena rotasi kehidupan bahkan percintaan. Traveling menjadi salah satu obat saya untuk menghilangkan atau sejenak melupakan problematika kehidupan. Sehingga saat saya kembali, saya sudah siap untuk menebar aura positif dengan lingkungan sekitar saya.

6. Merasa Punya Banyak Pengetahuan

Traveling membuat kita mampu membuka mata. Di tempat baru saya banyak belajar hal baru yang jarang orang tidak tahu. Pelajaran berbeda di tempat yang berbeda.. Belajar banyak bahasa, budaya bahkan sejarah-sejarah tempat terseut.

7. (Berharap) Bisa Menginspirasi Banyak Orang Khususnya Sesama Wanita

Saya yakin sebenarnya banyak sekali wanita yang ingin melakukan perjalanan sendiri namun terbentur dengan rasa khawatir akan keamanan dirinya. Dengan saya share pengalaman ini, saya berharap bisa mengispirasi banyak wanita agar tidak usah gusar dan takut untuk bepergian sendiri. Karena dengan traveling kita akan belajar waspada dengan sendirinya. Kita bisa membedakan mana yang tulus mana yang tidak. Bisa memahami banyak karakter manusia. Dan ( siapa tau ) bisa menemukan tambatan hati.


Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/