Senin, 22 Juni 2015

Travelmate Solid Itu Penting!


Liburan ke tempat yang belum pernah dikunjungi menjadi salah satu challenge seru. Apalagi kalau bersama travelmate yang juga tak kalah seru. Perjalanan akan lebih terasa berkesan dan penuh dengan kebahagiaan.

Terlihat sepele untuk mendapatkan travelmate yang sesuai dengan hati. Namun pada kenyataannya mendapkan teman yang cocok saat traveling itu menjadi unsur yang penting karena akan berepengaruh pada kenikmatan perjalanan kita.

Travelmate seperti apa sih yang bisa diajak solid? 

1. Yang memiliki satu tujuan

Menjatuhkan keputusan tempat tujuan menjadi hal yang penting sebelum bepergian. Karena tanpa tujuan, kita tak tau arah yang akan kita capai. Tujuan disini bukan hanya mengenai tempat, tetapi apa saja yang ingin kita dapatkan pada suatu perjalanan. Karena setiap orang pasti memiliki perbedaan pada makna yang ingin didapat dalam sebuah perjalanan. Baiknya tentukan dan satukan tujuan.

2. Teman yang tidak manja

Mendapat teman yang mandiri menjadi salah satu hal penting. Karena bisa diajak fight bersama dan tak banyak mengeluh. Perjalanan tak selalu berjalan mulus. Tanpa kita duga dan diluar rencana, hambatan akan selalu ada. Disini kita membutuhkan teman yang mandiri dan bisa saling menopang dalam kesulitan. Hal ini juga diutarakan oleh seorang pewarta bernama SIlvita yang juga suka traveling.

"Cari temen jalan tuh jangan yang manja. Aduh males banget deh kalo dikit dikit ngeluh. Rasanya pengen gue tinggal aja. Apalagi kalo yang suka milih milih. Makan dipinggir jalan gamau, mau nya di resto. Nginep di tempat tempat biasa juga gak mau. Maunya di hotel bagus. Duh Rempong" Ujar Silvita

3. Yang Humoris dan Kreatif

Kadang saat melakukan perjalanan yang cukup jauh, rasa jenuh sering hinggap. Inilah mengapa teman yang humoris dan kreatif sangat dibutuhkan. Humoris karena bisa menghibur kita saat jenuh, kreatif karena pasti ada saja ide untuk melakukan hal hal diluar dugaan yang seru. Sifat humoris dan kreatif dapat diindikasikan kalau "dia" adalah orang yang asyik.

4. Siap untuk saling melindungi

Dalam keadaan genting entah kebingungan, kedinginan, kelelahan atau kelaparan. Memiliki teman yang bisa saling melindungi adalah hal yang luar biasa. Karena bisa saling mengcover dalam suatu keadaan diluar dugaan.

Selamat Berplesir
Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Senin, 15 Juni 2015

Hidup Menentang Zaman, Suku Baduy Akan Tetap Teguh

Baduy, sudah banyak orang yang mengetahui keberadaan suku ini. Mereka hidup di daerah perbukitan dan jauh dari kota membuat suku ini jauh dari kata modern. Baduy sendiri terbagi atas dua, yakni: Baduy Luar dan Baduy Dalam. Baduy Dalam merupakan suku yang masih memegang teguh nilai nilai ajaran leluhur yang melarang masyarakatnya untuk mendekati ajaran modern. Tidak boleh mengenakan alas kaki dan kendaraan bemotor serta warna pakaian yang tak boleh mencolok, hanya hitam dan putih yang mereka kenakan.

Berbeda dengan Baduy Luar yang sudah mulai ada polesan budaya modern. Warga Baduy Luar sendiri diperbolehkan menggunakan alas kaki dan kendaraan umum. Namun tetap tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan resmi dan menggunakan listrik. Walaupun sudah kebanyakan warga Baduy Luar sudah memiliki telepon genggam.

Dari Jakarta

Untuk menuju desa ini, bisa menggunakan jasa angkutan kereta api dan berhenti di Stasiun Rangkas Bitung untuk selanjutnya menuju terminal Ciboleger yang terletak tak jauh dari stasiun. Di Ciboleger, sudah ada angkutan yang memang khusus mengangkut wisatawan yang ingin ke Baduy.

Melalui perjalanan panjang dan melelahkan membuat kita harus mempersiapkan fisik dan mental. Jalan berkelok serta berlubang membuat perjalanan kurang terasa asyik. Ditambah debu yang begitu pekat apabila kita melakukan perjalanan saat musim kemarau.


Desa Cikesik

Adalah Desa Baduy Dalam terluar dan tertua diantara tiga desa lainnya. Ada tiga Desa Baduy Dalam, yaitu Desa Cikatawarna, Desa Cibeo dan Desa Cikesik. Tak banyak wisatawan yang mengunjungi Desa Cikesik, karena memang jarang orang yang mengetahuinya. Cukup berjalan 15 menit dari perbatasan Desa Cijahe menuju Desa Cikesik. 

Namun, baiknya kita sudah membuat janji dengan salah satu Warga Baduy agar tak jatuh ke tangan pemandu wisata yang salah dan perijinan dengan ketua jaro lebih mudah.

Sesampainya di Cikesik, ketenangan langsung dapat dirasakan. Tanpa alat elektonik dan pro kontra pemberitaan. Hanya canda dan tawa yang ada. Suasanya sejuk dan asripun menambah kenikmatan para wisatawan yang datang.

Suasana terasa masih sangat alami dengan terdengarnya kicauan burung ditambah suara gemercik aliran sungai. Tak ada suara klakson yang berbalasan seperti di kota. Dikala malam walau tanpa listrik, cahaya rembulan sudah lebih dari cukup menerangi. Mungkin karena tak ada distorsi cahaya dari lampu sorot dari gedung gedung pencakar langit.

Warga Baduy hidup begitu tenang dan damai. Sempat ada percakapan dengan seorang Warga Baduy, Pak Narpah namanya. Sosok pria dengan tiga anak yang begitu ramah dan rendah hati menerima setiap kedatangan setiap wisatawan. Pak Narpah menjelaskan kalau Desa Cikesik didiami sebanyak 70 rumah yang terdiri atas 130 kepala keluarga.

"Disini ada 70 rumah tapi 130 KK. Dulu 60 rumah sekarang nambah 10" ujar Pak Narpah.

Pak Narpah juga menjelaskan kalau tempat yang ia diami ini akan bergeser ke tanah lapang dekat dengan rumahnya. Bukan hanya rumah Pak Narpah, namun seisi desa akan berpindah.

"Sebelum puasa mau pindah rumah. Sekarang lagi buka lahan, nanti semua rumah dipindah kesana. Rumahnya di gotong bareng-bareng terus di taro di tempat yang baru. Karena di dalam batin merasa tidak cocok. Sudah bilang ke ketua puun, sebelum puasa pindah" pungkas Pak Narpah lagi.

Rumah rumah di Baduy Dalam masih menggunakan bahan yang berasal dari alam. Tak mewah tetapi nyaman untuk ditempati. Dengan seni artistik dari alam, rumah terasa begitu sejuk.

Tak tak ada dokumentasi yang dapat diabadikan di Baduy Dalam, karena peraturan adat disana tidak mengizinkan wisatawan mengambil gambar. Tak ada salahnya kita mematuhi peraturan untuk menghargai kearifan lokal.

Baduy Luar

Sehari di Baduy Dalam dan keesokan harinya harus segera pulang. Perjalanan pulang kali ini melewati Baduy Luar. Tak ada larangan dokumentasi disini. Sekitar dua kilometer dari Baduy Dalam terdapat lumbung padi (leutik) milik warga. Lumbung padi ini digunakan untuk menyimpan gabah dan bahan pangan lainnya sebagai persediaan hidup.





Tak lama melewati lumbung padi, terdapat barisan rumah Suku Baduy Luar yang sederhana dan tertata rapih. Kesederhanaan bukan hanya pada bangunannya, tetapi juga pada masyarakatnya. Teringat ada percakapan dengan seorang anak Baduy bernama Samin ( 17 tahun ) yang sebenarnya menginginkan berpindah ke Baduy Luar agar bisa merasakan naik mobil dan menggunakan telepone genggam.

"Sebenernya mau di Baduy Luar, pengen naik mobil, pengen punya hand phone. Tapi saya mah pasrah dan ikhlas menerima takdir dan peraturan yang udah diatur sama leluhur. Kalo semua pengen keluar nanti Baduy Dalem ga ada lagi" tutut Samin dengan logat khas sunda wiwitan.


Begitu ikhlas nya mereka menjalani kehidupan tanpa banyak mengeluh. Tetap gigih menjalani kehidupan. Dan teguh sebagai masyarakat Baduy Dalam. Serta menjunjung tinggi nilai nilai warisan dari leluhur. 


Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Minggu, 14 Juni 2015

Cisauk, Negeri Berdebu Kini Menjadi Tanah Emas

Ini memang agak melenceng dari tema blog saya yang berisikan tentang plesir. Ini hanya ungkapan sedikit dilema hidup saya.

Masih ingat dalam ingatan saya, ketika kedua orang tua saya memutuskan untuk membeli sepetak rumah di kawasan Cisauk. Sepi dan hanya segelintir orang yang berminat untuk membeli rumah di kawasan ini walaupun dengan harga yang sangat murah. Dengan harga 78 juta rupiah dan uang muka 15 juta yang dapat dicicil selama satu tahun.

Saat ini sudah menjadi hal yang mustahil untuk mendapatkan rumah dengan harga segitu. Ini menjadi dilema tersendiri untuk saya yang berkeinginan membeli rumah dengan nominal gaji saya yang pas pasan.

Belum lama saya iseng menyambangi salah satu kantor pemasaran perumahan yang juga berlokasi di Cisauk, Sebut saja Suradita dan Serpong Garden. Sungguh hal yang menakjubkan dan menyayat hati. Harga rumah saat ini sudah mencapai 500 juta rupiah bahkan lebih.

Siapa sangka, Cisauk yang dulu dikenal hanya sebagai negeri berdebu sudah berubah menjadi tanah emas. Dahulu Cisauk sering dijadikan bahan olokan karena kondisinya yang sepi, berdebu dan hanya dilalui truk besar. Sekarang, banyak orang berbondong-bondong untuk menginvestasikan sebagian penghasilannya di tempat ini.

Dilihat dari fasilitas yang ada, Cisauk merupakan lokasi yang strategis. Dekat dengan Pusat Kota BSD ditambah saaat ini sudah dibangun jalan tembus. Terdapat pula stasiun kereta api yang merupakam kendaraan alternatif yang sangat diandalkan oleh banyak masyarakat termasuk saya.

Saat ini, kendaraan roda dua sudah bukan menjadi kendaraan alternatif lagi mengingat harga bahan bakar yang terus melambung dan kondisi lalulintas yang padat.

Belum terkontrolnya tingkat populasi yang terus melonjak juga menjadi salah satu pemicu kebutuhan dan permintaan rumah semakin meningkat. Semoga ada suatu solusi untuk dilema yang sedang saya alami saat ini.


Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/

Selasa, 09 Juni 2015

Mendaki Itu Apa Sih?

Gunung Merbabu

Ketika banyak orang baru mencoba mengakrabkan dirinya berkegiatan alam khususnya mendaki, dapat dikatakan saya sudah mulai terbiasa dengan kegiatan ini. Menurut saya pribadi, mendaki menjadi salah satu kegiatan yang mengasyikkan dan meninggalkan efek candu.

Pada hakikatnya, mendaki adalah proses pembelajaran diri. Maksudnya, dengan mendaki kita bisa belajar untuk tidak egois dan bisa lebih menahan diri. Selain itu, dengan mendaki saya bisa mengetahui bagaimana kesetiakawanan seorang teman, kepedulian, dan kejujuran orang-orang yang ada di sekiling saya.

Ada kalimat yang masih saya ingat tentang mendaki "kalau mau tau watak orang sesungguhnya, ajak dia mendaki gunung dan kamu akan mengetahuinya". Mendaki gunung membuat saya menemukan sahabat dan keluarga baru. Memperluas jaringan dan memperpanjang tali silaturhami.

Namun sayang, saat ini mendaki gunung sudah menjadi ajang unjuk diri siapa yang paling keren dan siapa yang paling kuat. Saya tidak menyalahkan pihak manapun. Ini menjadi peringatan buat diri saya sendiri akan hakikat mendaki sesungguhnya dan agar lebih bisa memahami batasan kemapuan diri sendiri.

Saya masih ingat juga kalimat yang sering dilontarkan teman-teman sesama penggiat alam kalau "tujuan akhir adalah pulang kerumah dengan selamat, dapat puncak? anggap saja itu bonus". Begitu banyak pesan tersirat dibalik kalimat tersebut. Apa? Keselamatan adalah jawabannya. Jangan jadikan gengsi sebagai alasan untuk mengabaikan keselamatan diri.

Senang melihat banyak orang bisa menyaksikan langsung keindahan alam negerinya sendiri. Tapi ada efek negatif juga yang ditimbulkan dari semua itu. Tingkat kepedulian dan kesadaran untuk tetap menjaga dan merawat lingkungan yang masih rendah menyebabkan rusaknya ekosistem. Sampah yang berserakan, coretan-coretan yang tak berguna bahkan perusakan seperti memetik tanaman-tanaman yang dilindungi.

Belum terlambat untuk memperbaiki semuanya. Saya harap ada kesadaran untuk bisa memulihkan dan menjaga alam negeri Indonesia ini.

Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/