Selasa, 27 Oktober 2015

Aku dan Kereta Punya Cerita Di Dalamnya (Part I)


20.00 waktu yang tertera pada mesin absen. Saya mulai mengayuhkan langkah menuju Stasiun Palmerah. 20.10 sampai di stasiun dengan nafas terengah-engah mendengar commuter tujuan akhir Parung Panjang masih tersedia. Secepat kilat saya berlari menuju pintu kereta.

Gerbong 3 pintu pertama, adalah tempat strategis bagi saya karena sangat pas dengan tangga ketika tiba di Stasiun Serpong. Berpegang erat dengan besi agar tak tersungkur karena kecepatan kereta yang tidak stabil. Asyik mendengarkan musik dan main jejaring sosial. Tak lama wajah cool saya berubah dengan mengerutkan alis dan mengendus sesuatu. Kentut!! Iya bau kentut. Jahanamnya lagi, penyakit srimulat saya kumat tak tertahan dan langsung melontarkan kalimat "yaelah pake ada yg kentut lagi, semerbak abis". Sontak penumpang sekeliling saya tertawa adapula yang menggelengkan kepala. Tapi, apaboleh dikata semua itu reflek keluar dari mulut saya.Dengan rasa penasaran saya mulai mengamati orang-orang di sekitar saya. Untuk apa? Tentu saja untuk mencari pelaku itu. Haha

Saya mulai memicingkan mata dengan seorang pria berbaju biru muda. Dengan gantunga. ID card bertuliskan salah satu perusahan tambang yang besar. Tepat di serong kiri saya arah jam 11. Mungkin ini hanya praduga tak bersalah, tapi keyakinan saya begitu kuat. Wajahnya tegang, bukan itu saja. Saya mulai memperhatikan cara dia duduk sampai memperhatikan bulu bulu halus di tangannya yang berdiri.
Jujur saja, saya pun ketika mulas akan seperti itu. Pria itu mulai menyadari saya memperhatikan perilakunya. Iya!! Dia sangat gelisah. Seorang wanita di dekat saya pun mulai menyadari gerak gerik saya dan mulai senyum senyum. Bukan itu saja, pria di yang duduk di sebelah "terduga" senyum senyum sambil menundukkan kepalanya. Mungkin ia mengetahui sesuatu. Sampai pundaknya mulai bergetar karena menahan gelak tawa.

Saya coba perhatikan dan ternyata dia memakan tali ID yang serupa dengan si "terduga". Saya mulai menundukkan kepala dan mencoba menahan tawa. "Terduga" mulai salah tingkah karena perilaku temannya yang (mungkin) mengetahui "perbuatannya". Tak tahan dengan tawa nya, "terduga" mencubit paha di pria di sebelahnya. Entahlah saya benar-benar tak kuat menahan tawa sampai akhirnya saya membuka buku untuk mengalihkan perhatian.

Saya minta maaf atas perilaku saya untuk mas berbaju biru. Tetapi sungguh engkau benar-benar membuat saya memiliki cerita baru dengan commuterline. Maaf mas!!


-aku dan kereta, negeri berdebu 2015-

Jumat, 09 Oktober 2015

Pulau Para Dewa ( Day 1 )

Kurang lebih dua jam waktu yang ditempuh menggunakan pesawat dari Ibukota menuju Pulau Dewata. Bukan kali pertama saya ke tempat ini. Tapi masih terlalu banyak spot yang belum sempat saya nikmati di pulau yang penuh kenimatan ini. Bermaksud merebahkan sedikit pikiran dari peliknya pekerjaan di perkantoran, saya terlanjur jatuh cinta dengan pulau ini.


Jadwal dan biaya sudah dirinci jauh sebelum keberangkatan. Tujuan-tujuan eksotis sudah masuk dalam daftar kunjungan. Rasa semangat sudah tak mungkin dibendung lagi. Ditambah saya menyambangi pulau ini dengan orang yang saya kasihi. Lucky Ariadhi namanya.

Pulau Para Dewa saya menyebutnya. Mengapa? Karena disetiap sudut saya selalu menemukan unsur rohani dan magis yang kental. Ini terlihat dari banyaknya banten (semacam sesajen). Di depan pintu, di kendaraan, disudut rumah dan banyak lagi. Mungkin ini adalah salah satu cara masyarakat Hindu mengucap syukur pada Dewa yang mereka yakini. Moderinisasi sangat kental tapi hebatnya kebudayaannya tak tampak tergerus dengan arus modernisasi.


Bukan kehidupan namanya kalau tak ada percikan drama didalamnya. Hampir kandas semua yang sudah lama direncanakan. H-7 Lucky mengalami penurunan daya tahan tubuh. Suhu tubuhnya terus meningkat, wajahnya pucat dan terlihat lemas. Terlihat jelas ada yang kurang baik dengan kesehatannya, rumah sakit jawabannya. Tiga hari lamanya Lucky melakukan perawatan intensif di rumah sakit. Keadaannya belum pulih betul, namun keinginannya sudah terlalu membuncah untuk menyambangi Pulau Bali.Berhasil bernegosiasi dengan jaminan komitmen agar tak menguras seluruh energi, dokter mengizinkannya pulang untuk liburan. Sedikit cemas tapi ini sebuah keputusan yang harus diambil.

Lucky : Neng, aa udah pulang dari rumah sakit, besok kita jadi ke Bali ya.

Saya: Alhamdulillah, tapi kita rombak jadwal ya karena kamu belum pulih betul

Lucky : Enaknya kamu we.


Satu malam semenjak kepulangan dari rumah sakit dan berusaha mengumpulkan energi untuk berlibur kami pun berangkat dengan menggunakan pesawat keberangkatan Bandung pukul 06.00 WIB dan akhirnya tepat pukul 09.00 WITA kami mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali. Bandara yang sangat saya senangi karena design dan interiornya yang cantik, modern kental akan budaya Bali .





Kami tak khawatir dengan kendaraan dan tempat tinggal saat di Bali. Ada adik saya, Tata namanya yang dengan sigap menjemput kami di bandara untuk segera rehat di ruang berkuran sekita 6x5 meter persegi itu. Cukup nyaman untuk ditinggali beberapa hari.

Hari Pertama:

Kami hanya menjadwalkan untuk rehat sejenak dan menuju destinasi yang mudah dijamah seperti Pantai Kuta, Legian, Monumen Bom Bali dan Pura Uluwatu untuk menikmati sunset (terbaik menurut saya). Tempat yang sudah mainstream di Bali kecuali Pura Uluwatu yang mungkin belum seramai tempat wisata lainnya.

Masih terlalu lelah untuk melanjutkan aktivitas perjalanan, jet lag dan lapar. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak dan makan. Tak jauh dari tempat kami singgah, ada pondok chinese food yang katanya cukup di gemari banyak pelanggan. Selain harga yang sangat bersahabat dengan kantong, rasanya pun tak mengecewakan.

Saya : Dut, makan yuk! Laper gue.

Tata : Ke Chinese food aja yuk teh, tata pengen sapo tahu. Enak disana, Tata suka

Saya: Yaudah ayok, ajak Willy sekalian.


Warung yang terletak di Jalan Raya Uluwatu tak jauh dari Kampus Sastra Udayana ini memang cukup ramai, harganya kisaran 14 ribu rupiah per porsi dan menurut saya cukup untuk makan berdua. Selesai makan kami kembali ke tempat singgah untuk menunaikan ibadah. Setelah itu saya dan Lucky melanjutkan perjalanan menuju monumen Bom Bali dan Pantai Kuta. Kami tak berfoto ria karena keadaan yang amat ramai kala itu.

Saya : Ini loh a monumen Bom Bali. Kamu mau foto gak?

Lucky : Oh yang ini. Engga cuma pengen tau aja.

Sambil terus melaju skuter matik secara perlahan menuju Pantai Kuta kami sangat menikmati suasana di Kuta kala itu. Suasana yang dirasakan sangat berbeda, serasa sedang diluar negeri. Karena apa? Karena wisatawan mancanegara berpakaian minim lebih dominan dibandingkan dengan wisawan domestik.

Lucky : Kaya lagi di KL ( Kuala Lumpur ). Suasananya gak beda jauh sama ini

Saya : Masa sih? Aku belum pernah keluar negeri jadi gak tau. hehe. Ini a sebelah kiri kita Pantai Kuta, kita mau sunset disini atau di Pura Uluwatu?

Lucky : Males parkirnya euy, ke Uluwatu aja deh

Akhirnya kami menuju Pura Uluwatu dan memberi kabar adik saya untuk bersiap-siap bertemu di Jimbaran dan lanjut ke Pura Uluwatu. Namun saat itu waktu sudah tepat pukul 18.00 WITA. Optimis bercampur pesimis, khawatir tidak sempat menikmati sunset di Pura Luhur. Sepanjang perjalanan saya berinisiatif untuk mengabadikan tenggelamnya matahari yang kala itu benar-benar sangat indah. Motor dilaju sangat cepat agar bisa mencapai lokasi tepat waktu.

Tiba di pintu masuk Pura Luhur Uluwatu kami hanya dikenakan biaya parkir sebesar 2000 rupiah dan 15.000 untuk tiket masuk. Cukup worth it menurut saya dan sebanding dengan perawatan yang ada. Kebersihan lingkungannya sangat dijaga. Pelayanan para penjaganya pun patut diacungi jempol karena sangat ramah. Karena ini tempat ibadah, sebelum masuk kami diwajibkan untuk memakai kain beserta selendangnya. Hal ini untuk menghormati peraturan dan adat istiadat yang ada.


Benar saja, kami tak tepat waktu karena matahari sudah terbenam. Namun keindahannya masih bisa kami nikmati. Oh ya, di Pura Uluwatu banyak sekali monyet dan mereka senang dengan kacamata. Para pengunjung wajib waspada dengan barang bawaan yang kiranya akan menarik perhatian monyet monyet disana khusunya kacamata. Entah, monyet monyet itu senang sekali mengambil kacamata pengunjung.




Usai sudah perjalanan kami hari pertama di Bali. Selanjutnya kami menuju tempat singgah untuk berisirahat dan mengisi energi untuk hari esok.

Terima Kasih
Salam Hangat
Eka \m/